Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.

About

Popular Posts

Blogger templates

Blogger news

Blogroll

Jumat, 17 April 2015

A. Pengertian Isytiqaq (Derivasi) ˚◦♥◦˚الأشتقق˚◦♥◦˚

 A.    Pengertian Isytiqaq (Derivasi)
Derivasi adalah merupakan proses morfemis yang karena afiksasi menyebabkan terbentuknya berbagai macam bentukan dengan ketentuan bahwa bentukan tersebut berubah kelas katanya dari kata dasarnya. Lyons (dalam Putrayasa, 2008:103) menyatakan bahwa derivasi adalah proses pembentukan kata-kata baru dari kata-kata yang sudah ada (akar atau kata asal), ajektiva dari nomina (ajektiva denomina), nomina dari verba (nomina deverba), ajektiva dari verba (ajektiva deverba), dan sebagainya. Selanjutnya Verhaar (2008:143) menambahkan bahwa dua kata dengan kata dasar sama termasuk kelas kata yang sama, tetapi berbeda maknanya, maka kedua kata itu juga termasuk derivasi karena berbeda secara leksikal.
Derivasi adalah proses perubahan suatu kata menjadi kata baru yang berlainan kelas katanya (Kentjono, 1984: 46). Perubahan dari makan menjadi makanan termasuk derivasi karena kedua kata tersebut kelas katanya berbeda. Perubahan kata dari kataba / menjadi /ka:tib-/ dalam bahasa Arab termasuk derivasi. Kedua contoh tadi  merupakan perubahan dari kata kerja menjadi kata benda.
Derivasi adalah bentuk-bentuk yang lazim didengar oleh bahasa arab baik yang analogis maupun tidak. Menurut Sibawaehi kata kerja terambil dari masdar dan bukan sebaliknya. Atau dengan kata lain masdar adalah induk sementara kata kerja adalah turunan. Sementara menurut ulama Kufah masdar diturunkan dari kata kerja. Terobosan Sibawaehi adalah sebuah analisis yang mendalam karena masdar pada dasarnya mengandung arti peristiwa dan waktu, peristiwa tersebut berlangsung sehingga terkait dengan waktu lampau, sekarang dan akan datang.
B.     Jenis-Jenis Isytiqaq (Derivasi)
1.      Minor (Asgar)
Yang dimaksud dengan derivasi minor adalah derivasi yang mempertahankan susunan konsonan asalnya (C1 C2 C3) dalam pembentukan-pembentukan turunan (derivasi) walaupun infliks dapat saja dimaksudkan antara huruf-huruf tersebut. Dengan demikian, dari kata yang terdiri dari konsonan-konsonan K-T-B, dapat dibentuk kata-kata yang amat banyak tanpa menubah susunan huruf-huruf tersebut.
Contohnya:
Ka Ta Ba, Ku Ti Ba, Ka Ti Ba, Maktub, dan seerusnya.
2.      Menengah (Kabir) 
Derivasi tengah adalah pembentukan kata turunan dengan mengubah susunan huruf-huruf konsonan. Ibnu Jinni (wafa 1002) termasuk salah seorang pendukung awal terhadap metode ini. Asumsi yang mendasari prinsip ini adalah bahwah bunyi mempunyai hubungan yang erat dengan makna, tanpa memandang letak suatu huruf. Sebagai contoh..j-b-r dalam bentuk aslinya arti kekuatan atau daya. Konotasi makna ini sesuai teori tersebut selalu di perahankan, tanpa memperhatikan apakah huruf-huruf  itu terletak pada awal, tengah, atau akhir. Dengan demikian, JBR mengandung hubungan arti dengan BRJ, BJR, RJB. Dengan cara ini, sejumlah kata yang menunjukan arti kekuatan atau dapat dibentuk menurut kaidah derivasi major.
3.      Mayor (Akbar)
Derivasi Mayor yang didukung antara lain oleh Ibni Sakkit (wafat 857). Prinsip-prinsip yang mendasarinya memberikan asumsi, bahwah kata-kata yang mempunyai huruf-huruf yang sama mempunyai keterkaitan dalam makna, walaupun berbeda dalam pengucapannya. Dengan demikian, kata Ra Ja Ma yang berarti merajam sampai mati mempunyai kaitan dengan Ra Ta Ma yang berari menghancurkan sesuatu karena huruf-huruf  RM terdapat pada kedua kata tersebut
C.    Beberapa Pandangan Mengenai Isytiqaq
Isytiqâq merupakan salah satu keistimewaan dalam bahasa Arab. Selain bahasa Arab tidak mengenal mengenai isytiqâq. Namun demikian, para sarjana bahasa Arab berbeda pendapat mengenai isytiqâq. Menurut mereka setiap kata adalah ashl, adapula yang berpendapat bahwa setiap bahasa adalah musytâq. Adapun pendapat yang mengakui adanya isytiqâq adalah kelompok ahli bahasa seperti al-Ashmu’i (w. 216 H), Quthrub (w.206 H), al-Akhfasy (w. 210 H), Abû Nashr al-Bahilî, al-Mufadhal Ibn Salmah, al-Mubarrad Ibn Duraid (w.321 H), al-Zajjâj, Ibn al-Sarrâj, al-Rumâni (386 H), al-Nuhâs dan lain sebagainya. Mereka sepakat bahwa sebagian kata ada yang musytâq, namun adapula yang tidak musytaq. Sedangkan yang mengakui bahwa setiap kata itu ashl adalah al-Sîrrâfî (w. 368 H).
Beberapa Pandangan Mengenai Isytiqaq yaitu:
1.      Menurut Tamam Hasan isytiqâq adalah kata-kata yang mempunyai bentuk yang berbeda tetapi mempunyai keterkaitan dalam tiga huruf asli pada fa’, ‘ain dan lam fi`ilnya. Ibrahim Anis berpendapat isytiqâq adalah proses pengeluaran lafal dari lafal atau bentuk (sighah) dari bentuk yang lain. Selain itu Anis juga mengutip sebuah definisi mengenai isytiqâq dengan “mengeluarkan lafal dari yang lain yang sama dalam segi makna dan huruf aslinya.
Dalam Mu’jam Maqâyis al-Lughah dinyatakan bahwa setiap kata yang mempunyai bentuk dasar dari Syin dan Qaf maka ia mempunyai arti pergumulan dalam sesuatu. Termasuk dalam hal isytiqâq yang mempunyai arti perubahan dalam kalam dari sisi kanan dan kiri dengan meninggalkan tujuan.
2.      Al-Jurjâni dalam karyanya, al-Ta’rifat, mendefinisikan Isytiqâq dengan membentuk suatu lafal dari yang lain dengan syarat ada keterkaitan antara makna dan urutan dan berubah dalam syighatnya. Ia juga menyebutkan secara langsung mengenai isytiqâq shaghîr, isytiqâq kabîr dan isytiqâq akbar. Isytiqâq shaghir yaitu antara dua lafal berkaitan dalam huruf dan urutannya. Isytiqâq kabîr yaitu antara dua lafal berkaitan dalam lafal dan makna bukan urutannya. Isytiqâq akbar yaitu antara lafal berkaitan dalam makhrajnya.
3.      Muhammad al-Tunjî menyatakan pada dasarnya setiap isytiqâq ada keterkaitan (munâsabah) dari sudut materi (mâddah) dan makna. Dalam isytiqâq, yang muncul adalah perluasan makna dari makna pertama. `Abd Allah Amin mendefinisikan isytiqâq dengan mengambil satu kata dari kata lain atau lebih dengan syarat ada keterkaitan antara yang mengambil dan diambil dalam lafal dan makna secara keseluruhan. Definisi ini diklaim sudah mencakup kesemua macam isytiqâq dan tinggal penjabarannya saja.
4.      ‘Abd Allah Afandi melihat permasalahan isytiqâq telah diketahui oleh para ulama baik yang klasik atau modern, mereka juga sudah menjelaskan macam-macamnya, dan banyak mempunyai perbedaan dalam mendefinisikannya. Namun sayangnya, pemikiran mereka yang tertuang dalam buku dan beberapa risalah banyak yang tidak ditemukan. Sedangkan definisi yang ia berikan tentang isytiqâq adalah mengambil kata dari kata, dengan ada persamaan dalam hal yang diambil dan mengambil dalam lafazh dan makna. Ia membagi menjadi shaghir, kabir, kubar dan kubbâr (naht).
5.      Menurut al-Wâsithi, isytiqâq adalah mengambil pecahan sesuatu, yaitu separonya. Dapat juga diartikan dengan membentuk sesuatu dari murtajal (kata asal). Bisa juga diartikan dengan mengambil dalam kata dan dari sisi kanan dan kiri dengan meninggalkan tujuan. Ada juga yang menyatakan dengan membentuk kata dari kata. Pembagiannya ada dua, Shaghîr dan kabîr. Bagitu juga dalam kamus al-Muhîth membentuk belahan sesuatu, yang dimaksud dengan membentuk dalam kata dari sisi kanan dan kiri.
D.    Bentuk-Bentuk Kata yang Musytag dari kata asalnya
Isim Musytaq yaitu isim yang digunakan untuk menyebut suatu nama tertentu, dan diambil dari perubahan bentuk dalam tashrifan. Misalnyaكتاب كاتب مكتوب مكتب yang digunakan untuk menyebut tulisan, penulis, yang ditulis, tempat menulis yang terambil dari perubahan dalam tashrifan كتب يكتب كتاب كاتب مكتوب مكتب. Inilah yang disebutIsim Musytaq.
Ciri – ciri Isim Musytaq adalah :
v  Terdiri dari kata benda yang diambil dari fi'il
v  menunjukkan sifat dan pelaku
v  Pembagian Isim Musytaq
Isim Musytaq memiliki bagian sebagai berikut :
  a) Isim Fa'il فَاعِل اِسْم atau Pelaku (yang melakukan pekerjaan).
Isim Fa'il ada dua wazan (pola pembentukan) yaitu:
فَاع bila berasal dari Fi'il Tsulatsi (Fi'il yang terdiri dari tiga huruf)
مُفْعِلٌ bila berasal dari Fi'il yang lebih dari tiga huruf
Fi'il
Isim Fa'il
يَعْلَمُ - عَلِمَ = mengetahui
عَالِمٌ = yang mengetahui
يَنَامُ - نَامَ = tidur
نَائِمٌ = yang tidur
أَسْلَمَ - يُسْلِمُ = menyerah
مُسْلِمٌ = yang menyerah
أَنْفَقَ - يُنْفِقُ = berinfak
مُنْفِقٌ = yang berinfak
Disamping itu dikenal pula istilah bentuk Mubalaghah مُبَالَغَة dari Isim Fa'il yang berfungsi untuk menguatkan artinya. Contoh:
Fi'il
Isim Fa'il
Isim Mubalaghah
عَلِمَ-يَعْلَمُ
عَالِمٌ
عَلِيْمٌ / عَلاَّمٌ = yang sangat mengetahui
غَفَرَ-يَغْفِرُ
غَافِرٌ
غَفُوْرٌ / غَفَّارٌ = yang suka mengampuni
  b) Sifat Musyabbahah مُشَبَّهَة صِفَة ialah Isim yang menyerupai Isim Fa'il tetapi lebih condong pada arti sifatnya yang tetap. Misalnya:
Fi'il
Isim Fa'il
Sifat Musyabbahah
فَرِحَ-يَفْرَحُ = senang
فَارِحٌ
فَرِحٌ = orang senang
عَمِيَ-يَعْمَى = buta
عَامِيٌ
أَعْمَى = orang buta
جَاعَ-يَجُوْعُ = lapar
جَائِعٌ
جَوْعَانٌ = orang kelaparan
 c) Isim Maf'ul مَفْعُوْل اِسْم yaitu Isim yang dikenai pekerjaan.
Fi'il
Isim Maf'ul
يَغْفِرُ - غَفَرَ = mengampuni
مَغْفُوْرٌ = yang diampuni
يَعْلَمُ - عَلِمَ = mengetahui
مَعْلُوْمٌ = yang diketahui
يَبِيْعُ - بَاعَ = menjual
مَبِيْعٌ = yang dijual
d) Isim Tafdhil تَفْضِيْل اِسْم ialah Isim yang menunjukkan arti "lebih" atau "paling". Wazan (pola) umum Isim Tafdhil adalah: أَفْعَلُ . Contoh:
Isim Fa'il
Isim Mubalaghah
Isim Tafdhil
عَالِمٌ
عَلِيْمٌ = sangat mengetahui
أَعْلَمُ = yang lebih mengetahui
كَابِرٌ
كَبِيْرٌ = sangat besar
أَكْبَرُ =yang lebih besar
قَارِبٌ
قَرِيْبٌ = sangat dekat
أَقْرَبُ = yang lebih dekat
Disamping itu karena pengaaruh qawaid terdapat pula bentuk yang sedikit agak berbeda, seperti:
Sifat Musyabbahah
Isim Tafdhil
شَدِيْدٌ = yang sangat
أَشَدُّ = yang lebih sangat
حَقِيْقٌ = yang berhak
أَحَقُّ =yang lebih berhak
e) Isim Zaman زَمَان اِسْم yaitu Isim yang menunjukkan waktu dan Isim Makan
مَكَان اِسْم yaitu Isim yang menunjukkan tempat.
Fi'il
Isim Zaman/Makan
يَكْتُبُكَتَبَ = menulis
مَكْتَبٌ = kantor
لَعِبَ يَلْعَبُ =bermain
مَلْعَبٌ = tempat bermain
سَجَدَ يَسْجُدُ =bersujud
مَسْجِدٌ = masjid
وَلَدَ يَلِدُ =melahirkan
مَوْلِدٌ = hari kelahiran
f) Isim Alat آلَة اِسْم yaitu Isim yang menunjukkan alat agar digunakan untuk melakukan suatu Fi'il [4]
Fi'il
Isim Alat
فَتَحَ يَفْتَحُ = membuka
مِفْتَاحٌ = kunci
وَزَنَ يَزِنُ = menimbang
مِيْزَانٌ = timbangan
جَلَسَ يَجْلِسُ = duduk
مَجْلِسٌ = tempat duduk
E.     Karya-Karya Ulama dalam Masalah Istytiqaq
Diantara Karya-Karya Para Ulama mengenai Isytiqaq yaitu:
1.      Ibn Dahiyah dalam kitabnya al-Tanwir sebagaimana dikutip oleh al-Suyuthi, isytiqâq kalam Arab yang langka,dan isytiqaq ini langsung dari Allah swt.
2.      Al-Suyuthi menyatakan bahwa orang yang berpendapat bahwa bahasa tidak ada isytiqaqnya adalah syadz, Jalâl al-Dîn al-Suyuthi, al-Muzhir, jilid I., h. 345
Shubhi al-Shaleh, Dirâsah fi Fiqh al-Lughah (Beirut: Dâr al-‘ilm lil Malayîn, 1979), h. 175.
3.      Emil Badi` Ya`qub, Fiqh al-Lughah al-‘Arabiyyah wa Khashâisuha (Beirut: al-Tsiqafah al-Islamiyyah, 1983), h. 187-188.
4.      Abû Fath Utsmân ibn Jinni, al-Khashâish (Kairo: Dâr al-Kutub al-Mishriyah, 1952), jilid., 2., h. 133. Sebagai pengayaan atas ide awal isytiqaq ini dapat dilihat juga pada, `Abd al-Maqshûd Muhammad `Abd al-Maqshûd, al-Isytiqâq al-Sharfi wa Tathawwuruhu (Kairo: Maktabah al-Tsiqafiyyah al-Diniyah, 2006), h. 10.
Adapun tempat dan tokoh pada awal masa tadwin dapat dilihat pada Muhammad ‘Abid al-Jabiri, Takwin al-‘Aql al-Arabi (Dâr al-Baidha’: al-Markaz al-Tsiqâfi, 1991), h. 62-63.
5.      Ahmad Warson Munawir, al-Munawwir (Yogyakarta: Pesantren al-Munawwir, 1984), h. 784, Luis Ma’luf, al-Munjid fî al-Lhughah wa al-A`lam ( Beirut: Dâr al-Masyriq, 2002), h. 396.
6.      Ibn Manzhur, Lisân al-‘Arab, (Beirut: Dâr al-Fikr, 1990), jilid 10., h. 184
Tammam Hasân, al-Lughah al-‘Arabiyah Ma`naha wa Mabnaha (Kairo: al-Hay’ah alAbu Husain Ahmad Ibn Faris ibn Zakariya, Mu’jam al-Maqâyis fî al-Lughah (Kairo: Maktabah Khanji, 1981), jilid 3. h. 170-17. 
7.      ‘Ali Ibn Muhammad al-Jurjâni, Kitâb al-Ta’rifat (Beirut: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1988), h. 27.
Muhammad al-Tunji, al-Mu’jam al-Mufashal fi al-Adab (Beirut: Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah, 1993), jilid I., h. 98.
8.      ‘Abd Allah Amin, al-Isytiqâq (Kairo: Maktabah al-Khanji, 2000), h. 1
Muhammad Fuad al-Bâqî, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfazh al-Qur’an (Surabaya: Maktabah Dahlan, tt), h. 488-489.
sumber artikel:
Unknown
Rabu, 15 April 2015

Pembagian jenis Kata ganti Pronomina dalam bahasa bugis

D.      Kata Ganti atau Pronomina
Jika ditinjau dari segi artinya, kata ganti atau pronominal ialah kata yang dipakai untuk mengacu ke suatu nomina. Nomina Ali dapat diacu dengan pronominal alena ‘ia’. Bentuk –na pada Ali mapeqdi ajena ‘Ali sakit kakinya’, mengacu ke kata Ali
Jika dilihat dari segi fungsinya, dapat dikatakan bahwa pronominal atau kata ganti menduduki posisi yang umumnya diduduki oleh nomina atau kata benda, seperti subjek, objek, dan dalam jenis kalimat tertentu juga predikat.
Ada tiga macam kata ganti dalam bahasa Bugis, yaitu (1) kata ganti persona, (2) kata ganti petunjuk, dan (3) kata ganti penanya.
(1)     Kata Ganti Persona
a)      Kata ganti persona pertama
1)      Persona pertama tunggal
Iyaq ‘saya’, misalnya:
                    Iyaq maruki ‘saya menulis’
Aleku ‘diri saya’, misalnya:
                    Aleku molli ‘diri saya memanggil’
u- ‘ku-‘, misalnya:
                    ualai paqbura ‘kuambil ia obat’
-aq ‘saya’, misalnya:
                    Alakkaq ‘berikan saya
-ku ‘ku-‘, misalnya:
                    Bolaku ‘rumahku
Bentuk u- adalah proklitik, sedangkan bentuk –aq dan –ku adalah bentuk enklitik. Bentuk enklitik –ku menyatakan milik atau kepunyaan.
2)      Persona pertama jamak
Idiq ‘kita’, misalnya:
                  Idiq malai ‘kita mengambilnya’
Ta- ‘kita’, misalnya:
                 Talao ‘kita pergi’
                 Talaona ‘kita pergilah’
                 Talao bawanna ‘kita pergi saja’
-ta ‘kita’, misalnya:
                 Bolata ‘;rumah kita’
                  Jamatta ‘pekerjaan kita’
                  Aleta ‘diri kita’
Bentuk ta- adalah proklitik yang bervariasi dengan bentuk idiq sebagai bentuk bebas. Bentuk –ta adalah enklitik yang menyatakan milik.
b)      Kata ganti persona kedua
1)      Persona kedua tunggal
Iko ‘engkau’, misalnya:
                   Iko lao ‘engkau pergi’
                   Laono iko ‘pergilah engkau’
                   Iko malai ‘engkau mengambilnya’
Idiq ‘engkau’ (hormat), misalnya:
                   Joppaniq idiq ‘berangkatlah Anda’
                   Idiqna ‘engkaulah’
                   Idiq lolongengngi ‘engkau menemukannya’
2)      Persona kedua jamak
Untuk kata ganti persona kedua jamak, juga digunakan kata iko atau idiq, tetapi hanya diiringi dengan kata maneng atau kata pada yang mendahuluinya, yang berarti ‘semua’, misalnya:
Iko maneng (pada iko) parellu maqguru ‘engkau semua perlu belajar’
Iko maneng (pada iko) jamai ‘engkau semua mengerjakannya’
Idiq maneng (pada idiq) massumpung lolo ‘kita semua berkeluarga’
c)      Kata ganti persona ketiga
Kata ganti persona ketiga sama halnya dengan kata ganti persona kedua, yaitu ada yang mengacu pada persona tunggal dan ada yng mengacu pada persona jamak.
1)      Persona ketiga tunggal
Ia (alena) ‘ia, dia’, misalnya:
                               Ia (alena) malai ‘ia mengambilnya’
                               Ia taroi ‘ia menyimpannya’
                               Ia memeng ‘ia memang’
-na ‘-nya’, misalnya:
                               Bolana ‘rumahnya’
                               Jamanna ‘pekerjaannya’
                               Carana ‘caranya’
Bentuk –na adalah enklitik yang menyatakan milik.                           
2)      Persona ketiga jamak
Untuk kata ganti persona ketiga jamak, juga digunakan kata alena, tetapi hanya diiringii ‘ dengan kata maneng atau kata pada yang mendahuluinya, yang berarti ‘semua’, misalnya:
Alena maneng (pada alena) malai ‘mereka semua mengambilnya’
Bentuk enklitik –na di samping menyatakan milik persona ketiga tunggal, juga digunakan untuk menyatakan milik persona ketiga jamak, misalnya:
Jamanna ‘pekerjaannnya’
(2)     Kata Ganti Petunjuk
Kata ganti petunjuk dalam bahasa Bugis ada tiga macam, yaitu (1) kata ganti petunjuk umum, (2) kata ganti petunjuk tempat, dan (3) kata ganti petunjuk ihwal.
a)    Kata ganti petunjuk umum
Kata ganti petunjuk umum ialah: iyae ‘ini’, iyatu ‘itu’, iyaro ‘sana’, dan anu ‘anu’.
Iyae: mengacu ke acuan yang dekat pada pembicaraan atau ke masa sekarang, misalnya:
Iyae bola e maloppo ‘ini rumah besar’
Iyae wettu e, wettu paqbosing ‘ini waktu, waktu penghujan’
Iyatu: mengacu ke acuan yang agak jauh dari pembicara atau yang dekat pada lawan bicara ataukah ke masa lampau, misalnya:
Iyatu muala ‘itu kauambil’
Iyatu wettu e, wettu serang ‘itu waktu, waktu kemarau’
Iyaro: mengacu ke acuan yang jauh, baik dari pembicara maupun dari lawan bicara, ataukah ke masa yang lampau, misalnya:
Iyaro bola e, bola loppo ‘Di sana rumah itu, rumah besar’
Iyaro wettu e, wettu engngalang ‘waktu itu, waktu menuai’
Anu (yanu): mengacu ke acuan  yang tidak dapat disebutkan karena lupa atau karena tidak mau disebutkan, misalnya:
Anu naelli iwenniq ‘Anu dibeli kemarin’
Yanu naewa sibawa ‘Si ani dilawan bersama’
Kata ganti anu mengacu pada benda, sedangkan yanu mengacu pada orang.
b)   Kata ganti petunjuk tempat
Kata ganti penunjuk tempat dalam bahasa Bugis ialah: kuae ‘sini’, kuatu ‘situ’, dan kuaro ‘sana’. Perbedaan diantara ketiganya berdasar pada tempat pembicara. Yang dekat digunakan kuae ‘sini’, yang agak jauh digunakan kuatu ‘situ’, yang jauh digunakan kuaro ‘sana’. Karena kata-kata ini menunjuk tempat atau lokasi, kata ganti itu sering digunakan dengan preposisi pengacuan arah: ploe ‘dari’, lao ‘pergi’, ri ‘di’.
Misalnya:
Kuae mutaro ‘di sini kausimpan’
Pole kuae ‘dari sini’
Kuatu muolli ‘disitu kaupanggil’
Lao kuatu ‘pergi ke situ’
Kuaru mutaneng ‘di sana kautanam’
Pole kuaro ‘dari sana
c)    Kata ganti petunjuk ihwal
Kata ganti penunjuk ihwal (perihal) dalam bahasa Bugis ialah: makkuae ‘begini’, dan makkuatu ‘begitu’, juga makkuaro ‘demikian’, misalnya:
Makkuae sabaqna ‘begini sebabnya’
Makkuatu accappurenna ‘begitu akhirnya’
Makkuaro pada napoji e ‘begitu semua disukai’
Selain ketiga kata penunjuk tersebut di atas, walaupun tidak dapat disebut kata ganti ada juga kata yang digunakan untuk menegaskan hubungan bagian sebelumnya dengan bagian yang berikutnya, yaitu kata kuaena ‘yakni’, misalnya:
Maega bua-bua ibaluq ri pasa e, kuaena: panasa, pao, sibawa mannike
‘banyak buah-buahan dijual di pasar itu, yakni: nangka, mangga, dan semangka.
Maega manuq-manuq ri aleq e, kuaena: bekku, dangnga, sibawa dongi.
Banyak burung-burung di hutan, yakni: tekukur, nuri, dan pipit.
  
(3)     Kata Ganti Penanya
Kata ganti penanya adalah kata ganti yang dipakai sebagai alat penanya untuk mengetahui sesuatu. Dari segi maknanya, yang ditanyakan dapat berupa (1) orang, (2) barang, atau (3) pilihan. Kata ganti penanya yang dimaksud adalah sebagai berikut.
Niga ‘siapa’: dipakai untuk menanyakan orang atau nama orang, misalnya:
Niga yaro? ‘siapa itu?’
Aga ‘apa’: dipakai untuk menanyakanbarang, misalnya:
Aga muelli? ‘apa kaubeli?’
Aga nasappa? ‘apa dia cari?’
Kega ‘mana’: diapaki untuk menanyakan pilihan, misalnya:
Kega mupoji? ‘mana kausukai?’
Disamping ketiga kata ganti tersebut di atas, ada kata penanya yang lain, meskipun bukan kata ganti, yaitu: (1) magi ‘mengapa’, (2) uppanna ‘kapan’, (3) kegi ‘di mana’, (4) pekkogi ‘bagaimana’, (5) siaga ‘berapa’, misalnya:
Magi mumacai? ‘kanapa kaumarah?’
Uppanna mulao sompeq ‘kapan kaupergi berlayar?’
Kegi mutaro boqmu? ‘di mana kausimpan bukumu?’
Siaga ellina? ‘berapa harganya?’
Sumber artikel:
http://hardianams.blogspot.com/2013/03/pembagian-jenis-kata.html
Unknown