Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.

About

Popular Posts

Blogger templates

Blogger news

Blogroll

Senin, 24 Oktober 2016

ANALISIS PRAGMATIK KESANTUNAN BERBAHASA DALAM NOVEL SAMAN KARYA AYU UTAMI

 BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang Masalah
Bahasa merupakan alat komunikas yang sangat penting dalam kehidupan manusia untuk berkomunikasi, pada hakikatnya setiap manusia tidak dapat hidup sendiri, bersosialisasi dengan manusia yang lain adalah sebuah keharusan dan sudah menjadi fitrah bagi setiap manusia. Hadirnya fenomena ini maka akan muncul sebuah pertanyaan, bagaimana seorang manusia hidup bersosialisasi dengan manusia yang lain? Jawabnya adalah dengan melakukan tindak ujar. Ketika seseorang melakukan tindak ujar yang baik dan benar, yakni tindak ujar yang tidak melukai lawan bicara. Maka dari itu, dalam melakukan tindak ujar dengan lawan bicara, penting sekali untuk memahami dan mempelajari bagaimana tindak ujar yang santun untuk melakukan komunikasi dalam rangka bersosialisasi, semua ini akan dibahas dalam ilmu pragmatik tentang kesantunan berbahasa.
Pragmatik merupakan salah satu cabang ilmu tata bahasa yang berkaitan erat dengan tindak ujar. Konteks dalam suatu tindak ujar ini memiliki peran yang sangat penting. Konteks dalam suatu situasi yang berbeda akan memengaruhi makna sebuah tindak ujar yang sama. Jadi, penggunaan sebuah bahasa dapat mempengaruhi maksud dan tujuan dari tindak ujar yang disampaikan oleh pelaku tindak ujar.
Di dalam ilmu pragmatik, bahasa diteliti tidak lepas dan harus sesuai dengan konteks bahasa yang dimaksud. Bahasa dan konteks dalam pragmatik menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Sebuah karya sastra apabila telah sampai kepada pembacanya maka sang penulis atau pengarang tidak memiliki hak atas karyanya sendiri. Hak yang dimaksud dalam hal ini adalah, hak membela atau menyatakan baik atau menutupi buruknya karya yang ia buat dari komentar pembaca, baik itu komentar yang positif atau yang negatif. Hal ini pun terjadi pada Ayu Utami dalam novelnya yang berjudul Saman telah mencuri perhatian para kritikus dan dianggap memberikan warna baru dalam sastra Indonesia. Selain mendapatkan komentar yang baik dari para pembacanya, novel ini juga mendapatkan respon negatif dari sebagian pembacanya maupun dari beberapa sastrawan yang lainnya.
Komentar yang baik dan buruk yang mengiringi novel saman telah menarik perhatian penulis untuk menjadikan novel ini sebagai subjek dalam penelitian kecil yang penulis lakukan, yang berkaitan dengan ilmu pragmatik mengenai kesantunan berbahasa. Dalam penelitian ini penulis tertarik menganalisis unsur Pragmatik Kesantunan Berbahasa dalam Novel Saman Karya Ayu Utami.

B.   Pembatasan Masalah
Untuk mempermudah dan menjelaskan permasalahan yang akan dibahas, maka dalam penelitian ini penulis memfokuskan permasalahan pada penelitian pragmatik terkait kesantunan berbahasa dalam tindak tutur percakapan antar tokoh di dalam novel Saman karya Ayu Utami. Penelitian ini menggunakan “prinsip kesantunan yang sampai saat ini dianggap paling lengkap, paling mapan, dan relatif paling komprehensip yang dirumuskan oleh Leech. Rumusan itu selengkapnya tertuang dalam enam maksim interpersonal”.[1]


C.   Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah yang telah dibahas sebelumnya pada pembatasan masalah, serta permasalahan pada latar belakang yang telah dibahas pula sebelumnya, maka pertanyaan mendasar dalam penelitian ini adalah bagaimana penerapan kesantunan berbahasa menurut teori Leech dalam tindak tutur percakapan antar tokoh di dalam novel Saman karya Ayu Utami?

D.   Tujuan Penelitian
Dalam Penelitian ini ada dua tujian yang ingin di capai diantaranya yaitu:
1.    Menjelaskan kesopanan berbahasa dalam novel Saman yang masuk dalam salah satu kategori kesopanan berbahasa teori Lecch.
2.    Menjelaskan bahasa dalam novel Saman yang tidak masuk dalam kategori maksim kesantunan berbahasa teori Lecch.



Unknown

SINOPSIS NOVEL LAIL WA QUDHBAN

SINOPSIS NOVEL LAIL WA QUDHBAN (SELINGKUH)
Disampaikan oleh:Uswatun Hasanah (10110098)
            Diceritakan Bahwa seorang pemuda yang telah terlibat dalam pembunuhan, ia menerima hukuman penjara selama lima belas tahun, sungguh tidak ada kehidupan yang lebih pedih dari pada kehidupan penjara, para sipir dan kepala penjara menggunakan bahasa pecut dan cemeti untuk menjalankan seluruh peraturan nara pidana, ratusan nara pidana ynag melakukan aktivitas hariannya dengan hukuman berupa memecahkan batu di Jabal Aswad, sejak terbit fajar sampai matahari terbenam diantara teman-teman dekat Faris, dalam jeruji besi antara lain Abdul Hamid dan Syeikh Salman, merekalah yang telah menemani Faris dalam suka dan duka dibalik jeruji besi.
            Ternyata bagi beberapa orang tidak hanya jeruji besi yang dapat memenjara seseorang, rumah mewah, suami yang berkedudukan dapat pula menjadi penjara, hal itu yang dirasakan oleh Inayah Hanim, Istri dari kepala penjara, kehidupan Inayah Hanim di rumahnya jauh dari kebahagiaan karena Abdul Hadi sebagai Suami hanya disibukkan dengan aktifitas memberi hukuman para nara pidana, ia tidak dapat memenuhi kebutuhan batin Inayah, karena ia tidak dapat memberi keturunan, Abdul Hadi mandul dan ia pun sangat jarang memberikan pelukan-pelukan hangat layaknya seorang suami.
            Dalam aktivitas harian Inayah layaknya seorang dokter yang sangat dekat dengan obat-obatan karena Abdul hadi terkena penyakit Liver, Hipertensi, dan Deabetes, yang oleh dokter disarankan untuk mengkonsumsi obat setiap hari dan menyuntikkan hipersulin padanya.
            Inayah sangat bosan dengan kehidupan yang ia alami ia ingin merasakan layaknya istri-istri lain yang dapat dipenuhi kebutuhan lahir batinnya, tidak hanya kebutuhan ekonomi. sebagaimana Abdul Hadi, Ia hanya menawarkan uang, uang dan uang setiap kali pulang dari kantornya di penjara Abu Za’bal tersebut.
            Suatu malam ketika Inayah sedang tidur di sebelah Abdul Hadi, ranjang itu terasa sangat panas Karena ia tak dapat menikmati kemesraan suaminya, tanpa terduga lampu rumah padam, Abdul Hadi berteriak memanggil salah satu sipir agar memerintahkan salah satu nara pidana untuk memperbaiki saklar lampu yang sedang konslet, akhirnya Faris datang untuk memperbaiki, di tengah remang-remang sinar lampu petromak ada benang kasih yang timbul antara seorang nara pidana dan istri kepala penjara, Inayah menyuguhkan secangkir teh, sebatang rokok dan potongan panggang burung dara, padahal merokok bagi nara pidana merupakan larangan yang dapat  mendatangkan hukuman cambuk bagi pelakunya. Akan tetapi inayah Hanim meminta kepada sipir agar mengizinkannya untuk melakukan itu.
            Setelah usai memperbaiki listrik, Faris terngiang-ngiang dengan kecantikan Inayah, akan tetapi ia selalu menyadari tentang kedudukannya sebagai nara pidana.
            Waktu telah berlalu datanglah kesempatan emas bagi Inayah Hanim untuk melakukan perselingkuhan dengan laki-laki manapun, Abdul Hadi meminta pamit agar ia diizinkan untuk keluar menuju kairo selama beberapa hari, dengan senang hati Inayah mengizinkan.
            Malam telah tiba Inayah Hanim tak dapat tidur lelap, ia menginginkan kehangatan diatas kasurnya. Ia mencari ide bagaimana ia bisa memanggil Faris sebagai nara pidana yang tampak tampan didepannya, Inayah menggunting kabel listrik, sehingga listrik pun menjadi padam, ia memanggil sipir agar mengirimkan salah seorang nara pidana yang bernama Faris untuk memperbaiki lampu, namun ketika Faris telah memasuki rumah Inayah Hanim, Ia mempersilahkan Faris untuk menaiki kasurnya, ia memegang tangan faris seakan mengantarkan kedua tangannya agar memeluk dirinya, mereka terlibat dalam perselingkuhan dengan perbuatan Zina.
            Hal tersebut tak seorangpun mengetahuinya, namun beberapa hari kemudian mereka melakukan hal yang serupa dengan tekad yang lebih tinggi, Inayah Hanim menyuruhnya agar meminum seteguk minuman keras sehingga ia dapat melakukan cumbu mesra tanpa kendali sedikitpun.
            Perbuatan mereka tersebar diantara para penghuni jeruji besi, Akhirnya dengan kemarahan yang memuncak kepala penjara memerintahkan secara diam-diam agar Faris diracun, Faris terbunuh seketika dengan banjir darah yang keluar dari mulutnya, Inayah Hanim ditendang dari rumah dan ditalak oleh suaminya Abdul Hadi sebagai kepala penjara.
            Akan tetapi tak semua orang berpihak pada Abdul Hadi yang sangat keras kepala itu, dokter penjara memberi surat keputusan resmi bahwa Faris mati karena diracun. Oleh karenanya, pelaku pembunuhan wajib dikenakan hukuman penjara.
            Fakta mengungkap pelaku racun tersebut Abdul Hadi dan syalqomi sebagai otak dari semuanya, Akhirnya kepala penjara dan salah satu sipir tersebut dipenjara diungsikan ke Mesir.

Sumber https://annabintizain.wordpress.com/2013/04/30/sinopsis-novel-lail-wa-qudhban-selingkuhdisampaikan-olehuswatun-hasanah/ 
Unknown